Pemerintah Kota Samarinda menegaskan bahwa upaya penanganan stunting tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan semata.Seluruh Organisas...
POPNEWS.ID, SAMARINDA - Pemerintah Kota Samarinda menegaskan bahwa upaya penanganan stunting tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan semata.
Seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) diminta untuk terlibat aktif dalam mengatasi permasalahan ini secara menyeluruh.
Hal tersebut disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Samarinda, Isfihani, dalam rapat dengar pendapat bersama DPRD Kota Samarinda pada Kamis (17/4/2025).
“Penanganan stunting bukan hanya tugas dinas kesehatan. Intervensi kesehatan hanya mampu menyelesaikan sekitar 30 persen masalah stunting. Sisanya, 70 persen memerlukan sinergi dari seluruh sektor,” tegas Isfihani.
Data terbaru menunjukkan angka stunting di Samarinda masih berada di angka 24 persen.
Meski mengalami penurunan tipis dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 25 persen, laju penurunan tersebut dinilai belum cukup signifikan.
Isfihani menjelaskan bahwa penanganan stunting harus dilakukan secara holistik, mulai dari masa remaja hingga usia balita.
Intervensi dimulai dari pemberian tablet tambah darah pada remaja, edukasi seputar perencanaan kehamilan, hingga pemenuhan gizi selama 1.000 hari pertama kehidupan anak.
“Kita harus mulai dari hulunya. Kalau 1.000 hari pertama dijaga dengan baik, insya Allah anak tidak akan stunting,” jelasnya.
Namun, tantangan di lapangan masih besar.
Masalah akses air bersih dan sanitasi layak menjadi perhatian serius.
Saat ini, tercatat sekitar 500 rumah tangga belum memiliki jamban sehat dan 536 keluarga belum menikmati akses air bersih.
“Kalau ibu hamil mengonsumsi air yang tidak layak dan tinggal di rumah tanpa jamban, anak yang dilahirkan sangat rentan stunting. Maka ini bukan hanya tugas DPPKB, tapi juga PDAM, PUPR, dan Perkim. Semua harus bergerak bersama,” ungkapnya.
Sebagai upaya lintas sektor, Pemkot Samarinda terus mendorong program-program unggulan seperti Gerakan Makan Ikan dari Dinas Perikanan, program ketahanan pangan dari Dinas Pertanian, serta pemberdayaan kader di tingkat kelurahan.
Saat ini, DPPKB memiliki 969 Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari kader PKK, tenaga penyuluh KB, dan tenaga kesehatan.
Mereka bertugas melakukan kunjungan rutin kepada ibu hamil dan balita.
“Masing-masing TPK wajib mengunjungi ibu hamil minimal enam kali selama masa kehamilan dan balita setidaknya sekali dalam sebulan. Tapi kita akui, anggarannya masih belum optimal. Ini yang sedang kami dorong agar program bisa berjalan maksimal,” ujarnya.
Isfihani juga menambahkan bahwa belum semua hasil rekomendasi dari rembuk stunting sebelumnya menunjukkan dampak langsung, mengingat banyak program yang masih dalam tahap awal pelaksanaan.
“Kolaborasi adalah kunci. Kita tidak bisa bekerja sendiri. Kalau ingin mewujudkan Indonesia Emas 2045, maka kita harus mulai dari sekarang—dengan memastikan anak-anak tumbuh sehat sejak dalam kandungan,” tutupnya. (adv)